cerpen ini pernah dimuat di majalah Femina edisi 4 tahun 2013. Selamat membaca.
“Kapan sih bunda dan bapak menikah? Tanggal berapa?” Tanya Sasi. Aku
yang semula menggosok bagian punggungnya dengan sabun antiseptik hampir saja
menjatuhkan sabunnya. Rasanya lidah ini tiba-tiba tumbuh tulang hingga kaku dan
membuatku bisu. Tak ada yang bisa kukeluarkan dari bibirku. Aku hanya bisa
mengguyur tubuh mungilnya dengan air dan berharap Sasi tidak mengejar
jawabannya.
Seharusnya itu pertanyaan yang
mudah. Setiap ibu pasti dengan senang hati menjawab pertanyaan anaknya. Apalagi
pertanyaan itu bukan pertanyaan susah semacam, “Bagaimana cara mama dan papa
membuat aku sehingga aku lahir.” Jawaban dari pertanyaan ini pasti akan membuat
pusing karena berhubungan dengan kegiatan menyelaraskan anatomi tubuh si ibu
dan si bapak.
Lalu mereka terpaksa menciptakan kebohongan baru yang justru
memperparah kedaan. Mereka menjawab,”Kamu dibawa oleh seekor bangau dan
diletakkan di depan rumah.” Menjawab pertanyaan seorang anak dengan sebuah
dongeng adalah kesalahan besar. Dongeng tak bisa mengatasi segalanya apalagi
jika berhubungan dengan kenyataan.
Aku tidak akan menjawab Sasi. Tidak untuk saat ini. Tidak saat Sasi
menjadi anak berprestasi di sekolahnya. Tidak saat Sasi masih berumur delapan
tahun. Tidak saat Sasi sangat bahagia dengan apa yang dimilikinya; teman,
keluarga, dan keriangan. Bagiku pertanyaan Sasi berkali-kali lebih sulit dari
pertanyaan darimana asal-usul bayi. Sebab jawaban dari pertanyaan itu
berkemungkinan merusak semuanya. Aku tak mau mempertaruhkan kebahagiaan Sasi. Aku
tak mau berbohong dengan menciptakan sebuah dongeng sebagai pengganti jawaban
yang jujur.
Aku mengambil handuk dan mengeringkan tubuh Sasi. Lalu kulilitkan
handuk itu di dadanya. Sementara itu Sasi mengambil handuk putih dan menggosok-gosok
rambutnya yang basah.“Orangtuanya Karin barusan ngerayain ulang tahun
pernikahan mereka di Bali lho Bun. Sudah 17 tahun,” kata Sasi. Karin adalah temannya sekolah. “Kalau Bunda
dan bapak dulu menikah tahun berapa sih?” Tanya Sasi lagi. Kali ini rasanya
seperti tersetrum arus listrik tepat di ulu hati. Bagaimana aku menghindar dari
pertanyaan Sasi?
“Ya ampun Sasi! Kutumu banyak banget!” seruku. Di handuk putih itu
telah menggelepar kutu-kutu yang terjerat pada serat handuk. Buru-buru aku
memungut satu kutu yang paling gemuk dan kugencet dengan kedua kuku jempol
tanganku.
Thes!
Terus terang suara itu membuatku puas. Sasi tak mau kalah dia
meletakkan semua kutu yang berjumlah tujuh ekor itu di lantai keramik kami yang
berwarna putih. Dengan cekatan dia menggencet kutu-kutu itu dengan kuku jarinya.
Suara thes berkali-kali itu membuat kami geram sekaligus puas.
Aku menggosok rambutnya lagi dengan
handuk putih sembari bersyukur dalam hati. Baru kali ini aku berterimakasih
pada kutu-kutu itu karena telah membuat perhatian Sasi teralih.
“Selalu begini deh kalau kamu diajak
pergi sama bapakmu. Kalau nggak kutu ya panu,” keluhku. Bapaknya selalu
mengajak Sasi ke sekolah untuk anak-anak jalanan, ke tempat penampungan
anak-anak miskin. Kuakui untuk menumbuhkan empati sangat bagus. Sasi menjadi
anak yang lebih peka terhadap sesama. Dia bisa melihat suatu hal dari berbagai
sudut pandang. Namun konsekuensi yang
lain juga ada. Kadang Sasi tertular panu, lebih sering ketularan kutu. Kata
Sasi setiap dia bersama bapaknya itu sama halnya kulakan kutu.
“Ah Bunda ini, Cuma kutu aja.”
“Ini zaman orang pencet keyboard komputer,
laptop, atau BB. Bukannya penceti kutu. “
“Lumayan Bun. Bisa bikin rempeyek
nih.”
“Aih Sasi, masa rempeyek kutu. Hih
jijik,” seruku, Sasi mendongakkan kepalanya lalu meringis. Gigi depannya yang
baru tanggal seminggu lalu membuat wajahnya terlihat lucu.
“Bun, Sasi harus kerjain pe-er dulu.
Soal rambut besok aja deh,” kata Sasi.
“Tapi belum kelar.” Kataku.
“Ala Bunda, kutunya nggak bakalan
kemana-mana. Santai saja,” kata Sasi sambil berlari ke kamarnya. Aku
menggeleng-gelengkan kepala sambil menjemur handuk Sasi. Hatiku masih resah.
***
Hari ini adalah hari Sabtu minggu
kelima. Itu artinya Sasi akan mulai ribut mencari dimana bajunya, dimana
tasnya, dimana handuknya, bla…bla…bla. Dia memang sudah cerewet sejak subuh
tadi sembari mengecek tas ranselnya yang sudah kurapikan tadi malam. Dia akan
pergi berkemah dengan bapaknya hari ini. Kebetulan hari ini tanggal merah. Sasi
sudah menunggu hari ini sejak lama.
Jam enam pagi pintu depan diketuk
orang. Aku melangkah ke arah pintu dan
membukanya. Asap rokok menghadangku. Hidungku mengerut. Sebuah wajah tersenyum muncul
saat asap itu mulai memudar. Aku menghela napas panjang. Dia masih sekumal yang
dulu.
“Sasi sudah siap?”
“Baru sarapan,” kataku pendek. Aku menutup
pintu lalu menyuruhnya duduk di teras.
“Ada yang ingin kubicarakan. Soal
Sasi.” Aku berdehem. Tenggorokanku terasa mengganjal. “Dia mulai sering
bertanya tentang kapan tanggal pernikahan kita dulu.”
“Lalu kenapa? Jawab saja yang sebenarnya.
Gampang kan?” jawabnya enteng tanpa berhenti mengepulkan asap rokoknya. Di saku
bajunya menyembul dua pak rokok. Yang satu masih baru yang lainnya sudah hilang
separuh.
“Suatu hari nanti aku akan jujur
sama Sasi tapi tidak sekarang. Kumohon kamu juga mau bekerjasama untuk tidak
memberitahukannya pada Sasi.”
“Jika itu maumu tak jadi masalah.”
Pintu rumah terbuka. Sasi keluar
dengan ransel di punggungnya.
“Hai Sasi!”
“Hai Bapak!”
“Sudah siap untuk berkemah bersama
teman-teman dan bapak?”
Sasi mengacungkan jempolnya.
“Ayo kita berangkat.” Sasi
menghampiriku lalu menciumku.
“Hati-hati. Bara, jaga dia baik-baik,” kataku. Laki-laki itu
mengangguk.
Ya namanya Bara. Dia bapak biologis
Sasi. Aku pernah menikah dengannya. Semua orang pernah berbuat kesalahan dan
letak kesalahanku adalah pada hubunganku dengan Bara. Kesalahan itu melahirkan
anak cantik bernama Sasi Namun untuk yang satu ini aku tak pernah menyesalinya.
Sasi adalah gadis kecilku.
Waktu itu aku masih mahasiswi
semester akhir dan sedang mengadakan penelitian di perumahan kumuh dekat
bantaran sungai untuk skripsiku. Di sana ada sekolah khusus untuk anak jalanan.
Bara adalah salah satu relawan di sana. Dia mengajar musik. Dia bukan
mahasiswa, bukan orang LSM. Dia hanyalah seorang yang berbakat di bidang musik
dan pemerhati anak jalanan sebab separuh umurnya dihabiskan di jalanan.
Bara adalah seorang laki-laki yang unik. Dia seakan tahu segalanya.
Seharusnya dia kuliah lalu bekerja di kantor yang bagus, menjadi karyawan BUMN,
atau menjadi PNS. Dia punya kapasitas yang bagus untuk meraih semua itu. Tapi
dia menolaknya. Baginya semua itu terlalu monoton. Kebebasan lebih menarik
hatinya. Hidup itu lebih asyik jika selalu ada improvisasi, tanpa rencana.
Hanya mengikuti arus kehidupan jalanan yang selalu tak terduga.
Satu-satunya yang mampu menawan
hatinya adalah anak-anak. Itulah alasan mengapa dia ada di sekolah itu. Dia
pernah berkata tak seharusnya anak-anak berada di jalan. Jalanan adalah milik
laki-laki bukan anak-anak. Sudah sepatutnya anak-anak berada di dunianya.
Bermain, berbahagia, dan belajar. Aku tak percaya semua kata-kata itu terucap
di bibir laki-laki pemuja kebebasan itu. Parahnya lagi apa yang diucapkannya
menyentuh hatiku, Mengubahku menjadi perempuan bodoh yang mudah terpesona.
Aku jatuh cinta padanya. Terpesona
pada filosofi-filosofi hidupnya. Bara menanggapi perasaanku. Meski dia tak
pernah mengucap kata cinta namun kami selalu melakukan romantisme orang
berpacaran. Bahkan lebih dari itu. Kami bermain cinta sampai gila dan melangkah
di luar batas. Semua pesona, bunga-bunga jatuh cinta itu lenyap seketika saat
aku mendapati diriku hamil. Satu-satunya pertanyaan yang terlontar dalam hatiku
adalah “Apa yang harus kulakukan”
Aku tak mau menikahi Bara. Dia bukan
laki-laki yang bisa diikat oleh status pernikahan. Perutku semakin besar
sementara aku masih saja berputar pada pertanyaan bodoh” apa yang harus
kulakukan” itu. Orangtuaku marah besar. Mereka menuntut kami untuk menikah
sementara aku masih bimbang. Bara sebenarnya bukan laki-laki pengecut. Dia mau
menikahiku. Desakan orangtua semakin memburu. Akhirnya kami menikah saat usia
kandunganku sudah berumur tujuh bulan. Pada bulan kedelapan usia kandunganku, aku
ujian pendadaran skripsi. Pada bulan ke sembilan aku wisuda dan keesokan
harinya aku melahirkan Sasi.
Tepat seperti dugaanku Bara bukan
laki-laki rumahan. Seminggu dia muncul, dua bulan dia lenyap. Dia sama sekali
tidak membantu kerepotanku dalam mengasuh Sasi. Dia menyayangi Sasi namun itu
tak cukup untuk membuatnya diam di rumah atau bekerja untuk mencukupi kebutuhan
kami. Setahun aku menjadi parasit di rumah kedua orangtuaku. Lalu aku berhasil
menjadi PNS. Kehidupanku berubah begitu juga dengan keputusanku. Aku menuntut
perceraian dan Bara tak menolaknya. Meski kami sudah resmi bercerai namun aku
tidak membatasi pertemuannya dengan Sasi. Bara tetap saja bapaknya. Aku tak
bisa menghapusnya begitu saja.
###
Suatu malam aku masuk kamar Sasi dan
dia sudah bersiap-siap untuk tidur. Dia menyuruhku duduk di sisinya.
“Bun, aku sudah tahu kapan bunda dan
bapak menikah. Aku menemukan foto bunda dan bapak ijab kabul di KUA. Di foto
itu ada tanggalnya. Tanggal 17 Juni 2004 kan? Aku lahir tanggal 23 Agustus
tahun yang sama. Cuma berjarak dua bulan ya Bun?” Rasanya seperti ditampar
dengan keras sekali. Aku duduk terpaku, hampr terisak namun keras kutahan.
“Bapak dan ibunya Ani menikah sebulan
sebelum Ani lahir. Si Dede, bapak ibunya malah nggak menikah. Si Noris, ibunya
menikah sama bapaknya saat Noris berumur dua bulan di kandungan lalu setelah
menikah bapaknya pergi entah kemana. Aku bahkan menghadiri pernikahan bapak dan
bunda. Bukankah itu ajaib?” kata Sasi dengan cair sekali. Semua nama yang
disebutnya itu adalah teman-temannya di sekolah anak jalanan. Satu tetes air
mata sudah membeku di ujung mataku.
“Apa yang aku lakukan saat Bunda dan
bapak menikah?” tanyanya.
“Kamu menendang keras sekali. Bunda
bahkan bisa melihat telapak kakimu di kebaya Bunda,” jawabku. Aku berjuang
sekuat tenaga untuk menyelesaikan kalimat itu tanpa ada getaran dalam suaraku.
“Wow, itu keren sekali Bun.“
Aku mendesah,”Sasi kapan kamu menemukan foto itu?” Sasi tidak
menjawab. “Itukah sebabnya kamu bertanya kapan tanggal pernikahan bapak dan
bunda? Kamu sudah tahu sebelum kamu bertanya kan?”
Sasi mengangguk. “Sasi, maafkan Bunda…” kataku dengan lirih. Aku
tak yakin Sasi mendengarnya.
“Aku pernah membiarkan tinta
pulpenku menodai seragamku. Aku takut Bunda marah tapi ternyata Bunda tidak
marah. Aku pernah memaksa si Manis mandi
di kolam dan dia mati tenggelam. Aku menangis dan menyesal. Sampai sekarang aku
masih sayang sama si Manis, kucing kita, meski sekarang aku sudah punya si
Chuki. Semua orang pernah berbuat kesalahan. Lalu kenapa? Aku sayang Bunda dan
Bunda sayang aku. Itu sudah cukup.” lanjut Sasi dengan mata bercahaya. Aku
berteriak dalam hati. Siapa yang mengajarimu berkata seperti itu? Sasi
memelukku lama. Aku mengusap rambutnya yang lurus. Lalu dia melepas pelukannya.
“Aku ngantuk, Bun,” katanya. Sasi berbaring dan menarik selimutnya.
Jadi apakah semua ini sudah selesai? Aku tak perlu menjawab lagi pertanyaannya
kan? Apakah memang semudah ini?
Sasi menerima kondisi ini dengan sangat dewasa dan justru itu
menusuk seluruh jiwaku. Aku berdiri dan hendak mematikan lampu. Tiba-tiba Sasi
membalikkan badannya.
“Bun?” katanya dengan suara lembut.
“Ya Sasi?” kataku dengan suara
serak. Mengumpulkan kembali hatiku yang berderak.
“Maukah besok Bunda menceritakan
padaku kenapa bapak dan bunda bercerai?”
Satu pertanyaan yang sudah terjawab
takkan pernah membuat pertanyaan itu berhenti sampai di situ. Pertanyaan itu
akan melahirkan pertanyaan baru yang terus berkembang dan terus berkembang
sampai meledak. Tepat seperti yang sedang terjadi dalam hatiku. Meledak dalam
tangis.
ini cerpennya,mbk yach???
BalasHapus#gag pernah baca femina..hehe...
^^b
SALAM KENAL SEMUA,…!!! SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
HapusDEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
Saya Sangat BerTerima kasih Atas Bantuan Angka Ritual AKI…Angka AKI KANJENG Tembus 100%…Saya udah kemana-mana mencari angka yang mantap selalu gak ada hasilnya…sampai- sampai hutang malah menumpuk…tanpa sengaja seorang teman lagi cari nomer jitu di internet…Kok ketemu alamat KI KANJENG..Saya coba beli Paket 2D ternyata Tembus…dan akhirnya saya pun membeli Paket 4D…Bagai di sambar Petir..Ternyata Angka Ritual Ghoib KI KANJENG…Tembus 4D…Baru kali ini saya mendapat angka ritual yang benar-benar Mantap…Bagi saudara yang ingin merubah Nasib anda seperti saya…Anda Bisa CALL/SMS Di Nomer KI KANJENG DI 085-320-279-333.(((Buktikan Aja Sendiri Saudara-Saudari)))
…TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…
**** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
2.UANG GAIB
3.JUAL TUYUL MEMEK
4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..
…=>AKI KANJENG<=…
>>>085-320-279-333<<<
SALAM KENAL SEMUA,…!!! SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
DEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
Saya Sangat BerTerima kasih Atas Bantuan Angka Ritual AKI…Angka AKI KANJENG Tembus 100%…Saya udah kemana-mana mencari angka yang mantap selalu gak ada hasilnya…sampai- sampai hutang malah menumpuk…tanpa sengaja seorang teman lagi cari nomer jitu di internet…Kok ketemu alamat KI KANJENG..Saya coba beli Paket 2D ternyata Tembus…dan akhirnya saya pun membeli Paket 4D…Bagai di sambar Petir..Ternyata Angka Ritual Ghoib KI KANJENG…Tembus 4D…Baru kali ini saya mendapat angka ritual yang benar-benar Mantap…Bagi saudara yang ingin merubah Nasib anda seperti saya…Anda Bisa CALL/SMS Di Nomer KI KANJENG DI 085-320-279-333.(((Buktikan Aja Sendiri Saudara-Saudari)))
…TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…
**** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
2.UANG GAIB
3.JUAL TUYUL MEMEK
4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..
…=>AKI KANJENG<=…
>>>085-320-279-333<<<
SALAM KENAL SEMUA,…!!! SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
DEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
Saya Sangat BerTerima kasih Atas Bantuan Angka Ritual AKI…Angka AKI KANJENG Tembus 100%…Saya udah kemana-mana mencari angka yang mantap selalu gak ada hasilnya…sampai- sampai hutang malah menumpuk…tanpa sengaja seorang teman lagi cari nomer jitu di internet…Kok ketemu alamat KI KANJENG..Saya coba beli Paket 2D ternyata Tembus…dan akhirnya saya pun membeli Paket 4D…Bagai di sambar Petir..Ternyata Angka Ritual Ghoib KI KANJENG…Tembus 4D…Baru kali ini saya mendapat angka ritual yang benar-benar Mantap…Bagi saudara yang ingin merubah Nasib anda seperti saya…Anda Bisa CALL/SMS Di Nomer KI KANJENG DI 085-320-279-333.(((Buktikan Aja Sendiri Saudara-Saudari)))
…TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…
**** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
2.UANG GAIB
3.JUAL TUYUL MEMEK
4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..
…=>AKI KANJENG<=…
>>>085-320-279-333<<<
Iya nih. Biasanya kan segemen Femina 25 tahun ke atas ya. Ibu-ibu rumah tangga kaya aku. hehehehe
BalasHapusTulisan mb Ruwi selalu bisa membawa pembacanya seperti berada di dalam ceritanya....
BalasHapusBagus mbak. Aku ikut merinding.
BalasHapusSalam kenal mbak ruwi
terimakasih. Salam kenal
HapusMenjawab pertanyaan seorang anak dengan sebuah dongeng adalah kesalahan besar. Dongeng tak bisa mengatasi segalanya apalagi jika berhubungan dengan kenyataan
BalasHapusHidup itu lebih asyik jika selalu ada improvisasi, tanpa rencana. Hanya mengikuti arus kehidupan jalanan yang selalu tak terduga.
Bagus :)
SAYA SEKELUARGA INGIN MENGUCAPKAN BANYAK TERIMAH KASIH KEPADA AKI NAWE BERKAT BANTUANNNYA SEMUA HUTANG HUTANG SAYA SUDAH PADA LUNAS SEMUA BAHKAN SEKARAN SAYA SUDAH BISA BUKA TOKO SENDIRI,ITU SEMUA ATAS BANTUAN AKI YG TELAH MEMBERIKAN ANKA JITUNYA KEPADA SAYA DAN ALHAMDULILLAH ITU BENER2 TERBUKTI TEMBUS..BAGI ANDA YG INGIN SEPERTI SAYA DAN YANG SANGAT MEMERLUKAN ANGKA RITUAL 2D 3D 4D YANG DIJAMIN 100% TEMBUS SILAHKAN HUBUNGI AKI NAWE DI 085-218-379-259
BalasHapus