Minggu, 24 Januari 2016

GIVEAWAY NOVEL ALIAS


Bagi Anda yang mengalami akil balik antara tahun 1977-1992 mungkin Anda termasuk yang menyembunyikan novel stensilan karya Enny Arrow di bawah kasur Anda. Yah, novel-novel Enny Arrow yang penuh adegan ranjang itu adalah novel-novel yang bakalan lebih cepat lecek karena sering dibaca atau sering berpindah tangan. Siapa yang tidak penasaran dengan tema-tema seks? Jika sekarang wattpad dibanjiri dengan tulisan-tulisan “berlendir”, Enny Arrow bahkan sudah memulainya sejak tahun 1977.

Selasa, 12 Januari 2016

MERAJUT BENANG ATAU MERAJUT KATA



Saya baru senang merajut meski masih pemula. Ini karena serangan produksi rajut yang sedang populer baru-baru ini. Saya jadi penasaran bagaimana mereka bisa membuat produk secantik itu. Apa saya bisa membuatnya sendiri? Dulu almarhumah ibu saya pernah mengajari saya merajut sewaktu saya kecil namun saya sudah lupa. Sekarang tutorial merajut bertebaran di internet. Belajar merajut sendiri bukan hal yang sulit. Jadilah saya merajut. Ternyata saya menemukan banyak kesamaan antara merajut benang dan menulis. Pahamlah saya kenapa ada istilah “merajut kata”. Saya jadi membanding-bandingkannya dengan proses menulis. Berikut yang saya bisa temukan dalam perbandingan merajut benang dan merajut kata.

Sabtu, 09 Januari 2016

PROFIL RUWI MEITA



PROFIL RUWI MEITA

Penulis novel kelahiran Yogyakarta yang telah mengadaptasi 10 skenario layar lebar ke dalam novel. Selain novel adaptasi Ruwi Meita juga menulis 9 novel mandiri yaitu Rumah Lebah : Rahasia Wajah-Wajah Asing, The Sex On Chatting, The Apuila’s Child, Cruise Chronicle, Kaliluna :Luka di Salamanca, Kamera Pengisap Jiwa, Days Of Terror, Misteri Patung Garam, dan Alias. Novelnya Misteri Patung Garam telah diterjemahkan dalam bahasa Melayu di Malaysia. Selain itu dia juga dikenal sebagai penulis cerpen di berbagai media seperti HAI, GADIS, KAWANKU, FEMINA, dan koran Tempo. Cerpennya Pulung Gantung berhasil menang juara satu Kompetisi Tulis Nusantara dan Pemutar Aroma menang juara 3 sayembara Femina 2014. Sejak 2013 Ruwi Meita mulai melirik dunia skenario dan menulis skenario animasi Diva Series, Uwa and Friends, dan film pendek Through Her Eyes. Film pendek Sasi Takon yang diangkat dari cerpen Ketika Sasi Bertanya diputar di Jogja Asian Film Festival 2015. Impiannya adalah menulis skenario layar lebar dan menonton karyanya sendiri di bioskop sambil ngemil popcorn.

Kalian bisa ngobrol asyik, bertukar pikiran dengan Ruwi Meita di
- Fan Page Ruwi Meita
- Twitter @RuwiMeita25
- WA 085233662697
- ruwi_m@yahoo.com

KISAH PELURU



Aku baru saja membeli sebuah rumah. Istriku tidak terlalu senang dengan keputusanku. Bukan karena pembelian rumah itu melainkan karena pemilihan rumah yang kubeli. Tentu saja kami sudah lama ingin punya rumah sendiri karena sudah dua belas tahun kami mengontrak rumah kecil yang selalu kebanjiran di musim penghujan. Sekarang uang tabunganku sudah mencukupi untuk membeli sebuah rumah. Makanya aku membeli rumah itu. Harganya pas dengan tabunganku. Aku membelinya dari seorang blasteran Indonesia Perancis yang sedang butuh uang cepat karena dia akan segera pindah ke rumah bapaknya di Paris. Harganya memang sedikit miring karena dia sedang dikejar waktu. Dia bukan pemilik asli rumah ini. Konon katanya rumah ini dibangun oleh seorang Belanda yang berpengaruh di daerah ini.

Rabu, 06 Januari 2016

MENDESAIN NOVEL HOROR YANG FILMIS (2)




Sebagai lanjutan tulisan sebelumnya mengenai mendesain novel horor yang filmis ada baiknya kita membedah film untuk mengetahui struktur film tersebut. Saya mengambil contoh film Crimson Peak. Film ini tergolong baru karena baru dirilis bulan Oktober 2015 kemarin. Film ini disutradarai oleh Guillermo del Toro yang pernah sukses dengan film Pan’s Labyrinth (saya nangis nonton film ini). Saya sengaja menulis bagian dari film ini dengan detail karena cara ini salah satu latihan untuk membuat outline novel.

Selasa, 05 Januari 2016

MARI MENGINTIP "ALIAS"

 klik gambar dan langsung ke lapak

Novel ALIAS merupakan novel mandiri ke-9. Novel ini sudah dijual di toko buku online yaitu di Pengen Buku, Bukubukularis, Lestari Bookstore ( invite 5B09D549 | 081214141344), Republik Fiksi. Tanggal 1-6 Januari ada diskon khusus.

Novel Alias merupakan perpaduan misteri, horor, thriller dengan bumbu detektif yang fresh. Saya akan mengutip bagian dari novel Alias yang menurut saya cukup creepy.

Damar bangun dengan wajah pasi. Tubuhnya terasa lelah. Dia tak bisa tidur lebih dari dua jam padahal dia ingin tidur lebih lama. Selalu saja dia terbangun entah karena kantung kemihnya penuh atau rasa haus yang menyiksa. Beberapa saat kemudian, tangannya bergetar. Damar mengeluh pelan. Parkinson menyerang separuh tubuh sebelah kanan, menyebabkan seluruh tubuhnya ikut bergetar seperti bor listrik.
Damar menelan ludah. Rasa haus menyerang kerongkongannya. Pria itu menatap segelas air putih di meja. Ingin diteguknya air itu dengan cepat, tapi dia harus menunggu getaran di tangannya mereda. Dia tidak ingin memecahkan gelas itu, karena Nani, suster yang berjaga malam ini di panti jompo, pasti akan mengomelinya sepanjang malam. Perawat berumur 40 tahun itu harusnya belajar jatuh cinta agar mulutnya yang nyelekit itu berubah manis. Sayangnya, kran cinta di hatinya sudah berkarat. Dia belum pernah menikah dan sepertinya sudah melupakan niat itu.
Jika saja wajah Damar tidak sekaku ini, orang-orang pasti melihatnya sebagai laki-laki menarik, seperti dulu. Parkinson sudah merenggut seluruh ekspresi wajahnya. Damar kehilangan semua jurus memainkan wajah yang dulu bisa membuat wanita manapun tergila-gila padanya. Cukup lama Damar menunggu, tetapi getaran di tangannya malah semakin menghebat. Damar mengumpat pelan. Perasaan hausnya tak tertahankan. Tangan kiri Damar berusaha meraih gelas. Getaran di tangan kanannya masih mempersulitnya. Kali ini Damar berusaha mempererat genggaman pada gelas. Dia terperanjat saat tangan kanannya digenggam oleh sebuah tangan lain. Kepala Damar mendengak. 

Seseorang tersenyum padanya. Damar tak bisa melihat wajahnya. Terlalu gelap. Cahaya lampu tak bisa menembus wajahnya. Namun, dia tahu sosok itu sedang tersenyum. Sebuah senyum yang membuat dadanya yang renta mendedar.
“Damar, lama tak bersua.” Damar menelengkan kepalanya. Meski Damar tak bisa melihat wajahnya, dia merasa mengenal orang itu. Pada wajahnya yang gelap, ada bagian yang lebih gelap lagi, yaitu sepasang matanya. Sosok itu seperti bayangan hitam dengan gradasi warna gelap yang berbeda. “Kamu? Apa aku sedang mimpi?” “Tidak, kamu tidak sedang bermimpi.” Damar memicingkan matanya. Wajah sosok itu terlalu gelap. Sangat gelap. “Jadi, bagaimana rasanya menjadi tua dan tak berguna?” “Biasa saja,” jawab Damar dengan jengkel. Sosok itu membantu Damar mendekatkan gelas ke mulutnya. Dengan tergesa, Damar meminumnya. “Sabarlah! Tanganmu sudah tidak bergetar lagi.”
Damar terperanjat. Sosok itu benar. Belum pernah dia merasakan tubuhnya setenang ini. Rasanya sangat menakjubkan. Hidung Damar mencium aroma kayu manis. Setiap kali sosok itu bergerak, aromanya kian menyengat.
“Mumpung penyakitmu tidak kumat, mari kita membuat tali.” “Untuk apa?” “Untuk membantumu tidur seperti bayi. Bukankah itu yang kamu inginkan?” Damar mengangguk. “Aku bisa membantumu.” Orang itu menunjuk pada selembar selimut putih lalu mengacungkan gunting. Damar menerimanya dengan senang hati. Tangan tuanya bergerak ke sana kemari memotong selimut menjadi potongan-potongan memanjang. Tubuhnya telah berhenti bergetar dan dia menjadi sangat gembira karenanya. Dia baru menyadari betapa menggunting menjadi kegiatan yang sangat menyenangkan saat ini. Tanpa disadarinya, sosok bayangan hitam yang semula berdiri di belakangnya pecah, berhamburan, dan memenuhi ruangan seperti asap pekat. Damar semakin membabi buta. Suara tawanya terdengar saat tangannya menyambung potongan sprei itu menjadi seutas tali yang panjang. Dia melakukannya dengan mudah dan itu membuatnya serasa muda. Damar berdiri dan membawa selimut yang sudah tersambung itu ke tangga. Asap hitam yang membuntutinya menyatu kembali, berubah menjadi bayangan gelap yang berdiri pada pegangan tangga. Damar menaikkan ujung tali selimut pada pegangan tangga sementara ujung lain pada lehernya sendiri. Pekerjaan ini terlalu mudah baginya, padahal biasanya untuk mengancingkan baju dia harus dibantu perawat panti. “Kamu yakin dengan cara begini aku bisa tidur seperti bayi?” “Ya, aku takkan membohongimu. Cobalah!” Damar tersenyum. Pria itu naik ke pegangan tangga. Lalu tanpa beban dan tanpa takut sedikitpun, dia melompat ke bawah. Terdengar suara leher yang patah. Sosok hitam itu pecah kembali, membentuk sulur asap yang menembus perut Damar lalu menghilang melewati ventilasi jendela.
Suster Nani yang baru saja kembali dari dapur sedang berjalan melintasi selasar yang remang. Dia berhenti pada saat sesuatu menyentuh kepalanya, kemudian ia mendongak. Sepasang kaki menyentuh dahinya. Kedua mata wanita itu terbelalak. Dia menjerit keras seakan suaranya hanya tersisa untuk malam ini saja.

Senin, 04 Januari 2016

MENDESAIN NOVEL HOROR YANG FILMIS (1)


Pernahkah kamu membaca sebuah novel dan setelah selesai membacanya kamu merasa puas dan berkata dalam hati,”Gila, aku seperti menonton sebuah film di dalam kepalaku.”? Novel semacam ini seakan hidup dan bernapas sehingga membuatmu enggan untuk melepaskannya. Bagaimana membuat novel seperti ini? Bagaimana menulis sesuatu yang bisa menjadi film di kepala pembaca?