Jumat, 30 Januari 2015

RESENSI SPORA



JUDUL BUKU : SPORA
PENULIS : ALKADRI
PENERBIT : MOKA MEDIA
PENYUNTING : DYAH UTAMI
ISBN : 979-795-910-4


Kemungkinan apa yang menyebabkan  mayat dengan kepala telah menjadi serpihan? Apakah dia ditembak dengan shotgun dari jarak dekat? Atau mungkin ada hal lain yang lebih mengerikan yang membuat kepala itu meledak sendiri? Jawabannya sudah terletak pada judul novel ini : Spora.
            Adalah Alif yang selalu menemukan mayat dengan kepala meledak untuk pertama kali. Sayangnya, Alif bukan anak sekolah biasa. Dia punya rahasia yang jika orang tahu akan mebuat mereka berspekulasi jika Alif terlibat dengan semua pembunuhan itu.
            Pertama kali saya membaca buku horor dengan ketakutan yang tidak bersumber dari hantu saat membaca Species. Sudah lama saya membacanya yaitu pada tahun 1996. Menurut saya novel itu mencekam banget padahal monsternya bukan hantu melainkan alien yang bisa berubah menjadi perempuan cantik. Lalu saya menemukan Spora. Saya sudah penasaran sejak Moka Media menayangkan alternatif kaver novel ini. Dan benar saja kaver yang saya pilih menjadi kaver final novel karya Alkadri. Akhirnya saya mendapatkan novel ini dari hasil barter dengan teman di grup Komunitas Penimbun Buku (terimakasih Atri). Setelah Species, Spora membuat saya ingin bisa menulis novel dengan genre horor sci-fi.
            Saya menuntaskan buku ini hanya dengan sekali duduk. Buku ini sangat ringan penceritaannya sehingga saya bisa cepat membacanya, selain itu saya begitu penasaran ingin mempelajari teknik si penulis. Sayangnya saya harus kecewa melihat ilustrasi di dalamnya yang justru merusak suasana. Drawing ilustrasi itu seperti spoiler yang menghancurkan imajinasi saya.
            Dan entah kenapa saya lebih suka karakter Rina yang lebih maskulin daripada Alif. Mungkin Alif terlihat lembek karena masa lalunya yang sayangnya tidak digali sejak awal. Masa lalu itu tiba-tiba muncul di akhir sehingga hanya sekedar tempelan. Namun Alkadri cukup jitu mengawinkan alur cerita ini dengan dongeng dari Irlandia yang menurut saya justru mempertajam kehororan novel ini.
            Soal gaya penceritaan, Alkadri sudah menunjukkan dirinya sebagai penulis berpengalaman. Hanya saja saya melihat konflik novel ini terlalu ditahan. Saya pikir saya akan menjumpai dunia yang kacau balau. Semua orang jadi zombie. Ternyata tidak, konflik novel ini lingkupnya kecil dan sempit. Setelah membacanya ada satu pertanyaan yang terus mengganggu saya: kenapa spora yang efeknya mematikan itu begitu cerobohnya hanya disimpan di ruang KIR sekolah? Tidak adakah tempat yang lebih aman selain ruang KIR? Hal ini mengganjal sebab ternyata endingnya justru melemahkan proses penyimpanan spora itu. Mereka yang membawa spora ini adalah orang profesional namun kenapa begitu bodoh menyimpannya di ruang KIR? Ah, ruang KIR betapa kamu sungguh mengganggu saya.
            Saya memberi 3 dari 5 bintang untuk novel ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar