Judul
: The Fault In Ours Stars
Penulis : John Green
Penerjemah : Ingrid Dwijani Nimpoeno
Penerbit : Qanita
Terbit : Cetakan VIII, September 2014
Tebal : 421 halaman
Penulis : John Green
Penerjemah : Ingrid Dwijani Nimpoeno
Penerbit : Qanita
Terbit : Cetakan VIII, September 2014
Tebal : 421 halaman
Saat kanker dimanusiakan
maka keseluruhan efek sampingnya merupakan lelucon yang satir.
Augustes Waters dan Hazel Grace Lancesters memutuskan saling jatuh cinta pada waktu yang tidak tepat. Hazel Grace tadinya menderita kanker tiroid yang kemudian melebar ke paru-parunya. Dia harus memakai kanula yang berhubungan dengan tabung oksigen yang diberi nama Philip. Gadis berumur 16 tahun itu sangat depresi dengan penderitaan dan rasa sakitnya. Ibunya menyuruh Grace untuk pergi ke komunitas kelompok pendukung yang berkumpul secara rutin di ruang bawah tanah gereja Episcopal.
Hazel menuruti
ibunya dan di sana dia bertemu dengan Augustus yang memandanginya tanpa kedip. Bahkan
sepulang dari pertemuan Augustus mengajaknya ke rumahnya untuk menonton V for
Vendetta. Alasan Augustus adalah Hazel sangat mirip Nathalie Portman, aktris
yang berperan di film itu. setelah menonton film mereka bertukar buku. Hazel
memberikan buku yang dianggapnya buku penting setelah Alkitab yang berjudul
Kemalangan Luar Biasa karya Peter Van Houten. Buku itu berisi kisah Anna yang juga seorang
penderita kanker yang hidup bersama ibunya. Novel itu berakhir
secara menggantung dengan asumsi Anna yang juga sebagai penutur dalam novel itu
sudah mati.
Hazel
telah berulangkali mengirim surat kepada Peter dan menanyakan rasa penasarannya
tentang kelanjutan novel itu seperti apakah akhirnya ibu Anna menikah? Apakah Anna mati? Bagaimana nasib hámster
Anna? Sayangnya surat-surat Hazel tidak pernah dibalas. Di luar dugaan
Augustus menemukan email asisten Peter dan emailnya dibalas. Dengan gembira
Hazel mengirim surat pada asisten Peter. Emailnya akhirnya dibalas. Peter dengan
senang hati menjawab pertanyaan Hazel jika Hazel berkenan pergi ke Amsterdam.
Augustus
ingin membantu Hazel dengan menggunakan jasa Yayasan Peri yaitu sebuah yayasan
yang akan mengabulkan keinginan seseorang yang sakit parah. Akhirnya Augustus
dan Hazel pergi ke Amsterdam dengan ditemani ibu Hazel. Sayangnya perjalanan
itu berakhir sangat buruk. Hazel harus menerima kenyataan bahwa sesungguhnya
Peter adalah seorang pemabuk yang sangat kasar. Meski Hazel sudah berada di
Amsterdam Peter tetap menolak Hazel.
Augustus
yang setia berusaha menghibur Hazel. Di Amsterdam kembali Hazel menerima dua
kenyataan yang pelik. Augustus menyatakan cintanya pada Hazel dan dia mengakui
kanker yang dideritanya kambuh dan sudah menggerogoti seluruh tubuhnya.
Saat
membaca awal-awal novel ini saya menduga salah seorang antara Hazel dan
Augustus pasti mati. Novel yang bercerita tentang kanker akan kehilangan nyawa
jika tanpa diakhiri dengan kematian. Namun sebenarnya kematian bukan bagian
terpenting dari novel ini. Sesungguhnya proses tokoh-tokohnya dalam menghadapi
dan menyikapi kanker adalah sorotan utama dalam novel ini. John Green mampu
mengubah kegarangan kanker menjadi lelucon-lelucon satir hingga pada akhirnya
kanker terlihat seperti seorang yang hanya ingin berjuang untuk hidup sama
halnya dengan penderitanya
“Bahkan kanker pun sesungguhnya bukan
seseorang yang jahat. Kanker hanya ingin hidup.” (330)
Jatuh cinta bisa membuat seseorang
melupakan rasa sakitnya dan berjuang untuk hidup. Augustus dan Hazel memutuskan
untuk saling mencintai di tengah maut yang sewaktu-waktu menghadang. Namun
justru di sinilah letak tragisnya. Novel ini sukses mengaduk perasaan sekaligus
membuat tersenyum. Saya memberi 3,5 dari 4 bintang.
udah nonton filmnya tapi belum baca bukunya. terkagum saya liat cewenya bawa-bawa tabung oksigen. dan iya, betul, mengaduk2 perasaan. apalagi kalo baca bukunya ya hehe ...
BalasHapusSaya suka dengan kalimat ini: "Jatuh cinta bisa membuat seseorang melupakan rasa sakitnya dan berjuang untuk hidup" so sweet Mba ^^
BalasHapus