Rabu, 07 Januari 2015

RESENSI THE FAULT IN OUR STARS



Judul             : The Fault In Ours Stars
Penulis          : John Green
Penerjemah   : Ingrid Dwijani Nimpoeno
Penerbit        : Qanita
Terbit            : Cetakan VIII, September 2014
Tebal            : 421 halaman



Saat kanker dimanusiakan maka keseluruhan efek sampingnya merupakan lelucon yang satir.
            
 Augustes Waters dan Hazel Grace Lancesters memutuskan saling jatuh cinta pada waktu yang tidak tepat. Hazel Grace tadinya menderita kanker tiroid yang kemudian melebar ke paru-parunya. Dia harus memakai kanula yang berhubungan dengan tabung oksigen yang diberi nama Philip. Gadis berumur 16 tahun itu sangat depresi dengan penderitaan dan rasa sakitnya. Ibunya menyuruh Grace untuk pergi ke komunitas kelompok pendukung yang berkumpul secara rutin di ruang bawah tanah gereja Episcopal.
            Hazel menuruti ibunya dan di sana dia bertemu dengan Augustus yang memandanginya tanpa kedip. Bahkan sepulang dari pertemuan Augustus mengajaknya ke rumahnya untuk menonton V for Vendetta. Alasan Augustus adalah Hazel sangat mirip Nathalie Portman, aktris yang berperan di film itu. setelah menonton film mereka bertukar buku. Hazel memberikan buku yang dianggapnya buku penting setelah Alkitab yang berjudul Kemalangan Luar Biasa karya Peter Van Houten. Buku itu berisi kisah Anna yang juga seorang penderita kanker yang hidup bersama ibunya. Novel itu berakhir secara menggantung dengan asumsi Anna yang juga sebagai penutur dalam novel itu sudah mati.
            Hazel telah berulangkali mengirim surat kepada Peter dan menanyakan rasa penasarannya tentang kelanjutan novel itu seperti apakah akhirnya ibu Anna menikah? Apakah Anna mati? Bagaimana nasib hámster Anna? Sayangnya surat-surat Hazel tidak pernah dibalas. Di luar dugaan Augustus menemukan email asisten Peter dan emailnya dibalas. Dengan gembira Hazel mengirim surat pada asisten Peter. Emailnya akhirnya dibalas. Peter dengan senang hati menjawab pertanyaan Hazel jika Hazel berkenan pergi ke Amsterdam.
            Augustus ingin membantu Hazel dengan menggunakan jasa Yayasan Peri yaitu sebuah yayasan yang akan mengabulkan keinginan seseorang yang sakit parah. Akhirnya Augustus dan Hazel pergi ke Amsterdam dengan ditemani ibu Hazel. Sayangnya perjalanan itu berakhir sangat buruk. Hazel harus menerima kenyataan bahwa sesungguhnya Peter adalah seorang pemabuk yang sangat kasar. Meski Hazel sudah berada di Amsterdam Peter tetap menolak Hazel.
            Augustus yang setia berusaha menghibur Hazel. Di Amsterdam kembali Hazel menerima dua kenyataan yang pelik. Augustus menyatakan cintanya pada Hazel dan dia mengakui kanker yang dideritanya kambuh dan sudah menggerogoti seluruh tubuhnya.
            Saat membaca awal-awal novel ini saya menduga salah seorang antara Hazel dan Augustus pasti mati. Novel yang bercerita tentang kanker akan kehilangan nyawa jika tanpa diakhiri dengan kematian. Namun sebenarnya kematian bukan bagian terpenting dari novel ini. Sesungguhnya proses tokoh-tokohnya dalam menghadapi dan menyikapi kanker adalah sorotan utama dalam novel ini. John Green mampu mengubah kegarangan kanker menjadi lelucon-lelucon satir hingga pada akhirnya kanker terlihat seperti seorang yang hanya ingin berjuang untuk hidup sama halnya dengan penderitanya
 “Bahkan kanker pun sesungguhnya bukan seseorang yang jahat. Kanker hanya ingin hidup.” (330)
            Jatuh cinta bisa membuat seseorang melupakan rasa sakitnya dan berjuang untuk hidup. Augustus dan Hazel memutuskan untuk saling mencintai di tengah maut yang sewaktu-waktu menghadang. Namun justru di sinilah letak tragisnya. Novel ini sukses mengaduk perasaan sekaligus membuat tersenyum. Saya memberi 3,5 dari 4 bintang.

2 komentar:

  1. udah nonton filmnya tapi belum baca bukunya. terkagum saya liat cewenya bawa-bawa tabung oksigen. dan iya, betul, mengaduk2 perasaan. apalagi kalo baca bukunya ya hehe ...

    BalasHapus
  2. Saya suka dengan kalimat ini: "Jatuh cinta bisa membuat seseorang melupakan rasa sakitnya dan berjuang untuk hidup" so sweet Mba ^^

    BalasHapus