Jika cinta membutakan mata dan membuat gila
Penulis: Adham T. Fusama
Genre: Novel Teenlit-Thriller
Penerbit: Moka
Media, 2014
Format: Paperback, 272 halaman, 12,7
x 19 cm
Penyunting: J. Fisca
Penata Letak: Indarto Widhi Putranto
& J. Fisca
Pendesain Sampul: Fahmi Fauzi
ISBN: 979-795-857-4
Ada murid baru yang datang dari negeri Jepang
di kelas Pandu. Namanya Anggi. Dia cantik tetapi misterius. Sikapnya dingin dan
penuh rahasia. Pandu sebagai teman yang duduk di sebelah Anggi merasa
berkewajiban untuk memperkenalkan seisi sekolah pada Anggi. Karena kebaikan
Pandu diam-diam Anggi menaruh hati pada Pandu. Sayangnya Pandu sudah berpacaran
dengan Nadine. Mereka adalah pasangan serasi di sekolah. Itu.
Anggi
sangat menyukai gambar teru-teru bozu. Pada setiap kesempatan dia selalu
menggambar boneka itu seakan boneka itu menjadi tanda tangannya. Dalam kebudayaan
Jepang boneka teru-teru bozu yang digantung akan menangkal hujan. Anggi tidak
pernah suka dengan hujan. Dia juga tidak suka berteman. Anggi selalu menjauh
dan selalu sendiri. Keengganan Anggi untuk berteman membuatnya dijauhi oleh
teman-temannya. Hanya Pandu yang masih mau mendekatinya.
Di malam
tahun baru, Anggi menyiapkan rencana yang tidak akan pernah dilupakan oleh
teman-teman sekelasnya, terutama Pandu dan Nadine. Rencana ini ada kaitannya
dengan cintanya pada Pandu dan boneka teru-teru Bozu.
Saya
memiliki ekspetasi tinggi terhadap novel kedua Adham. T. Fusama. Dari kavernya
saya sudah memiliki ketertarikan apalagi novel ini menjanjikan thriller, salah
satu genre yang saya sukai. Pada beberapa lembar halaman pertama saya sudah
membayangkan ending yang menarik. Sayangnya saya sedikit kecewa. Saya kira
Anggi akan membuat seluruh teman-temannya menjadi boneka teru-teru bozu dan menggantungnya
di pohon. Secara visual itu sangat artistik dan creepy. Oke, memang
imajinasi saya jadi liar. Tapi untuk memperhalus kekerasan dalam novelnya bisa
saja digambarkan tehnik menggantung tanpa mematikan si korban. Misal Anggi
menalikan talinya di perut korban, bukan pada bagian leher. Ekspetasi saya
langsung hancur ketika Anggi yang setelah mencekoki teman-temannya dengan obat
tidur hanya menumpuk mereka di dalam gudang. Padahal saya sudah membayangkan
Pandu akan histeris dan panik mencari Nadine di antara puluhan teru-teru bozu
yang digantung.
Ritme novel dengan genre thriller dalam Rahasia
Hujan kurang cepat. Meskipun narasi yang dipaparkan Adham cukup menarik
namun sebenarnya kurang menyuguhkan kecepatan adrenalin dalam diri pembaca. Karakter
Pandu dan Nadine sangat sempurna dalam novel ini. Mereka terlihat sangat baik
hati sekali. Apalagi Nadine yang sama sekali tidak memiliki kecemburuan di saat
Anggi nempel terus dengan Pandu. Karena begitu sempurnanya , tokoh Pandu yang
seharusnya menjadi kunci cerita menjadi mudah terlupakan sebab tidak memberi
kesan apa-apa.
Cerita sebenarnya sudah berakhir
saat Pandu berhasil menumbangkan Anggi, namun kesannya menjadi bertele-tele dan
memberi kesan berlebihan pada karakter Pandu. Hal itu dikarenakan endingnya diperpanjang tanpa meninggalkan
pertanyaan besar-khas novel thriller-. Saya maklum mungkin Adam ingin memberi
pesan tentang bagaimana pentingnya bimbingan psikologis untuk para korban
sehingga memilih ending yang diperpanjang.
Ketegangan novel ini
seharusnya terletak pada malam tahun baru itu. Di sinilah peran besar Anggi
sebagai psikopat justru dimainkan. Tadinya saya membayangkan Anggi akan membuat
permainan yang akan meneror teman-temannya. Pada momen inilah Pandu dan
teman-temannya dihadapkan pada perjuangan untuk keluar dari permainan yang bahaya.
Lagi-lagi saya kecewa sebab pada adegan malam tahun baru tidak terlalu
difokuskan. Yang terjadi kemudian klimaknya hanya sebentar tanpa didahului
dengan klimak-klimak kecil. Proses suspense dalam novel ini menjadi kurang
berhasil.
Meski
begitu saya memiliki harapan agar Adham menulis lagi cerita-cerita thriller
lainnya. Dan untuk novel ini saya memberi 2,8 dari 5 bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar