Senin, 06 Oktober 2014

KENAPA MENULIS NOVEL HOROR






Novel horor identik dengan ketakutan dan tragedi. Rasa takut sudah ada sejak manusia jatuh dalam dosa. Dan di sanalah awal dari sebuah tragedi. Dua hal ini sangat dekat dengan kehidupan. Jika kita memutuskan menulis horor itu artinya kita menulis tentang kehidupan ( sebab kadang hidup itu menakutkan dan berakhir tragis) meskipun pada akhirnya kita akan menulis begitu banyak kematian.
Pernah ada seseorang yang berkata pada saya,”Saya ini penakut. Saya sudah keder duluan sebelum menulis horor.” Justru itulah modal paling utama. Kamu harus mengenal ketakutan dulu atau paling tidak kamu melihat ketakutan. Seorang penakut justru akan bisa menulis cerita horor dengan baik sebab dia bisa menarasikan ketakutan yang hidup dalam dirinya. Ada lagi yang berkata,”Saya ini tidak memiliki mata ketiga, jadi tidak bisa melihat mahkluk-mahkluk halus. Bagaimana saya bisa menulis tentang mereka jika saya sama sekali tidak tahu dunia mereka.”
            Saya bukan orang yang diberkahi mata ketiga. Saya tidak punya pengalaman supranatural tapi saya menulis cerita-cerita horor. Kenapa? Sebab cerita horor tidak semata-mata tentang kuntilanak, pocong, vampir, drakula, tuyul, kepala terpenggal, darah satu bak mandi, atau suster ngesot. Seperti yang saya bilang di atas, menulis cerita horor itu adalah menulis ketakutan dan tragedi. Selama saya masih bisa merasakan rasa takut, melihat rasa takut, dan menangkap tragedi, saya pastikan saya masih bisa menulis novel horor.
            Jika kita mendengar urban legend di sekitar kita pasti cerita yang bersemayam di baliknya adalah sebuah tragedi. Suster Gepeng yang terkenal menghantui Rumah Sakit Dokter Soetomo Surabaya, misalnya. Suster ini bernama Maria dan dia meninggal karena tergencet pintu lift. Suster Maria sering menampakkan diri pada pasien dengan mengantar obat yang bukan jadwalnya. Urban Legend di SMA 5 Bandung tentang seorang Noni Belanda bernama Nancy yang bisa dilihat penampakannya setelah mengelilingi gedung selama tiga kali. Nah, Nancy ini dikabarkan bunuh diri di gedung itu. Atau kisah boneka Annabelle yang kemudian diangkat ke dalam bentuk film. Jika kita telusuri semua itu bermula atau berujung pada kematian, kesedihan yang panjang, tragedi yang memilukan, dan teror tiada habis.
            Lima elemen yang harus dipenuhi dalam novel horor adalah:
1.    Ketakutan
Tanpa ketakutan yang kental tentunya nanti novelmu tidak lagi jadi novel horor. Kenapa Paranormal Activity, The Conjuring, Insidious sukses menjadi film horor terbaik? Jawabannya mudah banget. Film-film itu bikin takut setengah mati.

2.    Surprise
Menakut-nakuti pembacamu dengan cerita yang kamu buat itu mudah tapi bagian tersulitnya adalah mengejutkan pembacamu dengan ketakutan yang dibangun lewat cerita yang kamu kisahkan. Cerita horor itu pasti mengandung efek keterkejutan sama dengan saat kita menonton film horor. Kamu sebagai penonton pasti sudah tahu jika sebentar lagi hantunya pasti muncul. Tapi kenapa kamu masih saja terkejut saat hantunya benar-benar muncul? Pembaca tahu bahwa hal mengerikan itu pasti terjadi namun dia tidak tahu kejutan apa yang terselip di sana. Di sinilah letak permainan imajinasi dalam pikiran sangat berperan. Sebagai penulis kamu yang mengambil alih pikiran-pikiran pembacamu. Kamu yang mengontrol imajinasi mereka.

3.    Suspense
Antara suspense dan surprise sangat berkaiatan. Surprise akan terjadi setelah suspense yang panjang. Seorang penulis horor yang baik akan membangun suspense dengan tensi yang tertata rapi hingga menimbulkan efek kejut di penghujung.

4.    Misteri
Tanpa misteri novel horormu akan kosong. Misteri yang membawa pembaca pada pertanyaan-pertanyaan yang menggiringnya untuk terus mengikuti ceritamu. Misteri memicu penasaran. Dari penasaranlah kamu bisa mengontrol pikiran pembacamu. Kadang misteri ini terungkap di ending kadang juga tidak. Kadang terungkap tapi menyisakan pertanyaan baru.

5.    Teror
Kamu bisa mempermainkan suspense dengan teror. Di sini deskripsi sangat berperan penting. Gunakan seluruh panca inderamu untuk mendeskripsikan teror. Bisa dengan melukiskan rabaan lewat tekstur yang memicu ketegangan, suara-suara aneh atau aroma menyengat

            Saya mengamati ada tiga jenis novel horor yaitu horor murni yang melibatkan hantu-hantu, mahkluk halus yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat (urban legend), horor dengan monster ciptaan sendiri misalnya seekor laba-laba yang tiba-tiba berubah menjadi raksasa dan meneror seluruh kota. Novel yang cukup membuat saya merinding dalam jenis ini adalah Species. Horor yang mengentalkan suspense dan psikologi, disinilah teror berperan sangat besar. Bukan hantu yang membuat takut tapi psikopat, pembunuh berdarah dingin, sesuatu yang entah dan tak dapat dijelaskan. Misalnya kamu punya teman sekamar. Semula dia baik lama-kelamaan dia mengambil apa yang kamu miliki dari pakaian, pacar, dan akhirnya hidupmu sendiri. Setiap detik adalah teror. Sampai pada puncaknya teman sekamarmu menusukmu dengan pisau diam-diam di malam hari. Pada novel saya Rumah Lebah termasuk jenis yang ketiga.
            Berikut akan saya berikan tips menulis cerita horor:
1.    Temukan ide yang luar biasa
Menulis cerita horor membutuhkan ide yang luar biasa. Tak sekedar biasa. Ini tak biasa ditawar. Para pembaca horor selalu membutuhkan kisah yang baru, fresh, original, monster baru, yang sanggup menakuti mereka. Percayalah pembaca horor fanatik itu susah ditakut-takuti. Mungkin kamu ingin mengangkat urban legend yang sudah diketahui masyarakat tapi kamu harus mempertimbangkan bagaimana urban legend yang sudah diketahui itu menjadi kisah baru di tanganmu. Salah satu cara untuk mendapatkan ide yang luar biasa adalah menggunakan kata kunci “Apa yang Terjadi jika…”
Misalnya
-       Apa yang terjadi jika bayanganmu ternyata hidup dan ingin menguasai tubuhmu?
-       Apa yang terjadi jika sebuah game bisa memengaruhi pemainnya dan berujung pada bunuh diri?
-       Apa yang terjadi saat kamu bangun di pagi hari tidak ada satupun orang di rumah, bahkan seluruh tetanggamu juga lenyap?
Saya sudah terbiasa bermain-main dengan kalimat kunci ini untuk memancing ide saya yang kemudian menumbuhkan imajinasi liar. Jika kamu sudah memutuskan memilih satu kalimat kunci maka lanjutkan dengan terus bertanya dan menjawab pertanyaan itu. Misal saya memilih kalimat kunci pertama
-       Apa yang terjadi jika bayanganmu ternyata hidup dan ingin menguasai tubuhmu?
+ Hidupmu mulai kacau. Semua orang menganggapmu gila
-       Bagaimana kamu tahu jika bayangan itu hidup?
+ Kamu memergoki bayanganmu tidak sesuai dengan apa yang kamu lakukan. Kamu memegang apel bayanganmu memegang pisau. Saat apel itu kamu gigit tiba-tiba mulutmu berdarah seperti diiris pisau.
Apa yang dilakukan bayangan itu padamu?
+ Bayanganmu membuatmu gila. Dia menerormu habis-habisan. Dia membuatmu kebingungan antara nyata dan tidak. Orang-orang disekitarmu mengiramu sudah gila sebab beberapa kali mereka memergoki pergelangan tanganmu teriris, kamu minum obat tidur sampai over dosis padahal semua itu sebenarnya ulah bayanganmu
-       Apa kelemahan bayangan itu?
+ Bayanganmu tidak berkutik  dalam kegelapan. Eksistensinya lenyap dalam gelap. Masalahnya kamu takut gelap.

2.    Buatlah outline yang matang.
Beberapa penulis mungkin terbiasa menulis tanpa outline dengan alasan justru menghambat imajinasi atau juga faktor kebiasaan. Dalam cerita horor dengan atau tanpa outline penulis harus sudah punya gambaran plot secara keseluruhan dan endingnya. Saya garis bawahi di sini adalah penulis harus tahu endingnya saat memulai cerita. Ending sebuah novel horor haruslah twisted ending, bikin tercengang, tak terduga, mengentak, menimbulkan nuansa BAM! Di kepala pembacanya. Untuk itu saya sarankan untuk membuat outline yang akan mengurangi writer’s block, mengurangi kesalahan pada logika cerita. Hal yang rentan pada novel horor memang pada logika cerita. Meskipun novelmu itu berkaitan dengan sesuatu yang entah, kasat mata, imajinasi liar, namun pada dasarnya novelmu harus tetap logis supaya pembacamu tidak membuang novelmu sebelum menamatkannya.
Saat membuat outline bayangkanlah sebuah film yang diputar di kepalamu. Metode ini cukup efektif bagi saya untuk membuat outline. Pertimbangkanlah untuk menempatkan adegan pada akhir tiap bab itu menggantung agar pembaca terus bertanya dan berharap bisa menemukan jawabannya pada bab berikutnya.

3.    Temukan monstermu sendiri
Vampir, Dracula, pocong, kuntilanak sudah terlalu banyak dieksplor. Kamu harus bisa menemukan monster yang lebih mengerikan dan menakutkan. Create it! Jika kamu bisa menggambar, gambarlah monstermu dengan detil. Tulis apa yang bisa dilakukan monstermu. Ingat monster tidak selalu mahkluk yang berpemanpakan mengerikan. Monster itu bisa juga berwujud ketakutan paling dasar manusia. Takut gelap, takut sendiri, takut berada di ketinggian, takut di ruang tertutup, dsb. Darah berceceran di mana-mana, wajah penuh darah, sudah sangat biasa. Pertanyaannya apakah kamu bisa menulis cerita horor tanpa ada darah berceceran? Bisa. Kenapa? Sebab pada tensi novel horor bukan pada penampakan “monster” itu tapi pada proses sebelum “monster” itu muncul, pada apa yang bisa dilakukan oleh “monster” itu. Di sinilah misteri berperan. Membuat pembaca bertanya-tanya, hanyut, terlena, dan Bam! Terkejut setengah mati.

4.    Tempatkan tokohmu selalu dalam situasi yang sulit
Tokoh utama dalam sebuah novel horor selalu diposisikan pada suatu pilihan yang buruk, salah langkah, tidak adanya pilihan kecuali masuk ke lubang mencekam. Seorang penulis harus bisa memosisikan si tokoh pada satu pilihan dan dia harus memilih pilihan itu. Misalnya si tokoh harus masuk ke lemari berhantu untuk menyelamatkan adiknya. Dia tahu bahaya akan mengancamnya tapi dilain pihak nyawa adiknya terancam.

5.    Pilihlah setting yang mendukung
Pilihlah setting yang mendukung kengerian dalam novelmu entah itu sebuah rumah tua, kota mati, desa yang lama ditinggalkan penghuninya, atau kaki gunung yang angker.

6.    Pandai-pandailah mengalihkan perhatian pembaca
Jangan terjebak untuk memakai kata “tiba-tiba” apabila ingin mengungkapkan surprise. Sepertinya kata itu sudah jadi mainsream untuk mengejutkan pembaca yang acapkali malah gagal. Ada alternatif lain untuk memberi efek kejut yaitu dengan mengalihkan perhatian pembacamu. Giring pembacamu pada hal lain sementara kamu sudah mempersiapkan kejutan dan saat pembacamu mulai hanyut maka sodorkan dengan cepat efek kejut itu.

Contoh : Anabel melihat rak besar setinggi empat meter dengan mata terpana. Semua buku di dalam rak itu adalah buku-buku yang selalu ingin dibacanya. Dia mendekati rak itu dengan penuh semangat. Tangannya segera mengambil satu buku dongeng yang dikenalnya. Dulu ibunya sering menceritakan dongeng-dongeng itu sebelum tidur. Ya, hampir setiap malam sampai buku itu menjadi lusuh dan mulai lepas halamannya. Lalu ibu tidak lagi membaca buku itu tapi hanya menceritakannya sebab dia sudah hapal setiap kata dalam buku itu. Anabel tersenyum tipis. Dia menutup buku itu dan hendak mengembalikannya ke tempatnya. Namun buku itu tergelincir dari tangan Anabel yang basah karena keringat dingin. Tubuh Anabel menjadi kaku saat dia menyadari sepatang mata tengah mengawasinya dari celah rak. Sepasang mata yang gelap dan mencengkeram.

Semula pembaca digiring pada deskripsi rak dan ingatan Anabel tentang buku yang dipegangnya. Lalu saat Anabel mengembalikan buku, penulis sudah mempersiapkan kejutan di sana.

7.    Deskripsi itu menentukan ketegangan
Kerahkan seluruh panca inderamu untuk mendeskripsikan suasana, Menjelaskan bagaimana suara-suara ganjil, aroma yang menyengat, kondisi fisik saat teror mencekam, debaran di dada, keringat yang jatuh dengan detil.
Gunakan warna untuk indera penglihatan
Tekstur untuk indera raba
Suara untuk indera pendengaran
Aroma untuk indera penciuman
Rasa untuk indera pengecap

8.    Show don’t tell
Contoh tell
Dia ketakutan setengah mati

Contoh show
Dia menelan ludah yang terasa pahit di kerongkongan saat gemetaran di tubuhnya semakin menjadi dan debaran jantungnya berdegap kencang

Contoh tell
Ani gembira saat bertemu Adi

Contoh Show

Ani berlari dengan senyum terkembang, merentangkan tangannya dan langsung memeluk Adi saat pria itu muncul di ujung jalan.

Materi ini disampaikan dalam mengajar edisi "Horor" di kelas Kopdar Fiksi bersama Bernard Batubara dan Gagas Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar