Selasa, 04 Maret 2014

Purnama di Atas Pura Besakih





Oleh: Ruwi Meita
Brey : 17 tahun
Cahaya bulan jatuh di pelataran Candi ketika Brey mengenakan kainnya. Mungkin saja gadis itu ada di dalam candi dan itu artinya Brey harus mengenakan kain untuk masuk. Seseorang bapak-bapak dengan ikat kepala yang meminjamkan kain itu di pelataran Pura Besakih. Sebenarnya bukan meminjam tapi menyewa sebab Brey harus mengeluarkan uang 5 dolar untuk mendapatkan kain itu. Bapak itu tidak keberatan menerima uang dolar sebab Brey tidak sempat menukar uang. Baru tiga jam yang lalu dia sampai di Bali dan waktunya habis untuk mencari alamat gadis itu. Sebuah status di facebook yang diposting sepuluh menit lalu yang membimbingnya kemari.
“Purnama di Pura Besakih dan aku di sini. Masih ragu-ragu.”
Brey melihat ke atas. Purnama mulai tertutup awan. Dia harus bergegas. Saat langkah kakinya yang tersendat kain bergerak maju,  pikiran-pikiran Brey terus berputar kesana-sini. Ini keputusan yang ia buat dengan hati. Meski harus melukai hati yang lain. Hati Oma yang tidak pernah rela Brey pergi.
"Bagaimana mungkin kamu bisa jatuh cinta dengan seseorang yang kamu kenal di Facebook namun kamu belum pernah bertemu dengannya? Gadis itu bisa saja menipumu," kata Oma waktu itu sambil menatap mata biru Brey yang terus menantang. "Kamu bodoh Brey. Semua gadis-gadis suka dengan cowok bermata biru seperti kamu. Meski kamu punya darah Minang dari Oma namun bagi mereka kamu ini tetap seorang bule." Brey sudah mengambil keputusan dan untuk itulah dia di sini untuk menemui Ayu, gadis yang sudah dikenalnya selama tiga tahun di facebook. Maafkan aku, Oma. seru Brey dalam hati. Matanya terus mengawasi purnama yang mulai tertelan awan. Semoga aku belum terlambat, batin Brey. Suara di dadanya menderu seperti derap kaki kuda di pacuan.
Ayu: 16 tahun
Ksatria memiliki panggilan yang berbeda di negara yang berbeda. Mereka disebut caballero (Spanyol), chevalier (Perancis), atau ritter (Jerman). Dua hal yang menyamakan mereka adalah kuda dan baju perang. Namun bagi Ayu seorang ksatria adalah seseorang yang mau menerima seorang gadis apa adanya. Ksatria itu seharusnya Brey, cowok spesial yang dikenalnya di facebook selama tiga tahun. Ayu memandang dinding-dinding candi yang semakin gelap. Tidak lagi keemasan seperti tadi. Ayu mendongak ke atas. Purnama hampir tertelan awan. Pantas saja, pikirnya. Ayu ingin pulang namun pikirannya masih memberatkan langkahnya.
Waktu itu Mira, teman dekat Ayu terpikat dengan bule penipu cinta di facebook. Pada awalnya bule itu mengajak berkenalan lalu mulai memuji-muji Mira. Setelah itu rayuan maut pun dilancarkan. Ayu masih ingat betapa Mira dimabuk kepayang karenanya. Ujung-ujungnya Mira disuruh transfer uang dengan alasan untuk biaya rumah sakit karena si bule barusan kecelakaan, Mira menyanggupinya dan merelakan uang SPPnya ditransfer ke bule itu. Tak berhenti sampai di situ. Mira bahkan menjual laptop, hp, dan lagi-lagi menggelapkan uang SPP selama 3 bulan untuk mentransfer bule itu dengan alasan membayar DP tiket pesawat ke Indonesia. Siapa yang tidak gelap mata jika sang pujaan hati hendak ke Indonesia menemuinya? Sayangnya bule itu tidak pernah datang dan Mira kena marah orantuanya karena mendapat laporan sekolah soal uang SPP. Mira sangat shock. Dia mengalami kerugian materi dan penderitaan batin.
Belajar dari pengalaman Mira, Ayu mulai berpikir ulang soal hubungannya dengan Brey. Untuk itulah dia menemui Bli Komang dan menceritakan hubungannya dengan Brey selama tiga tahun ini. Ayu mengijinkan Bli Komang melihat-lihat inbox di facebook dan menelusuri facebook Brey.
“Percayalah, Brey bukan bule penipu cinta seperti Nigerian sweetheart scam yang sedang heboh-hebohnya itu,” kata Bli Komang, kakak sepupunya waktu itu. Hanya Bli Komang yang bisa menjadi tempat curhatan Ayu. Gadis itu hanya berani berterus-terang mengenai apa saja entah itu perasaaan maupun keinginannya pada Bli Komang yang lebih tua lima tahun. Menurutnya Bli Komang cukup bijaksana dan bisa melihat masalah dari berbagai sudut pandang. Jadi jika menurutnya Ayu salah maka Bli Komang akan terang-terangan mengatakannya. Dan ketika Ayu melangkah pada jalan benar, Bli Komang akan terus menguatkannya.
“Lihat foto-foto Brey di facebook. Dia selalu berfoto dengan keluarganya, terang-terangan menunjukkan dimana rumahnya, sekolahnya, dan aktivitasnya. Biasanya para scamer hanya punya dua atau tiga foto saja. Itupun mereka tak pernah berfoto dengan keluarganya. Dan seorang bule penipu tidak membuang banyak waktu untuk menipumu, tiga tahun terlalu lama untuk seorang penipu. Menurutku Brey memang bermaksud berteman. Sekarang masalahnya bukan pada Brey tapi justru kamu sendiri. Sebab kamu tidak jujur padanya.” Ucapan Bli Komang cukup menohok Ayu. Bli komang benar, Ayu memang tidak jujur pada Brey namun Ayu tak pernah ingin menipu Brey. Ayu hanya takut kehilangan Brey jika cowok itu tahu yang sebenarnya. Dan benar saja setelah Ayu mengirimkan surat pengakuan di email Brey, cowok itu tak terdengar kabarnya lagi selama seminggu ini. Kenapa dia hilang begitu saja? Apakah dia tidak bisa menerima kondisi Ayu?
Brey: cowok bermata biru
Brey sengaja tidak mengirimi jawaban email Ayu. Lebih tepatnya Brey tidak sempat membalasnya. Selama seminggu Brey segera disibukkan dengan rencana dadakannya ini. Dia harus mengurus segala urusan untuk bisa datang ke Bali. Dari tiket sampai visa. Dari membujuk papa mama sampai meyakinkan Om Felix yang tinggal di Bali jika Brey bisa pergi ke Bali sendiri. Untung bulan ini Brey tidak perlu ijin sekolah karena tepat liburan musim panas. Untunglah nilai-nilainya sangat memuaskan sehingga mama papa menyetujui rencana liburan ke Bali. Om Felix pun akhirnya mau menampungnya di Denpasar.
Brey masih ingat wajah om Felix tadi saat Brey memaksanya mengantar ke Karangasem padahal Brey baru saja menginjakkan kaki di bandara. Dan saat sampai di sana tiba-tiba Brey minta diantar ke Pura Besakih. Om Felix hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala sambil berujar,”Kelakuanmu mirip orang sedang jatuh cinta, Brey. Lagipula siapa yang tidak jatuh cinta dengan Bali?”
Brey belum bisa mengatakan yang sebenarnya pada Om Felix sebelum dia bertemu dan bicara dengan Ayu. Baginya email Ayu tak bisa dibalas dengan kata-kata. Ayu baru bisa paham seandainya mereka bertemu. Sekarang dia ada di sini. Brey menghela napas panjang dan menatap undakan tinggi di hadapannya. Pelan-pelan dia mulai naik dengan hati-hati. Dia tak terbiasa memakai kain dan langkahnya jadi tersendat-sendat. Pikirannya masih meriuh soal Ayu. Kenapa Ayu tidak menceritakan hal sebenarnya sejak awal? Kenapa Ayu membohonginya selama tiga tahun?
Ayu: cewek bermata coklat gelap
Sejak kecil Ayu sudah belajar untuk menerima respon orang-orang terhadap kondisinya. Hinaan dan ejekan sudah menjadi makanan sehari-hari. Ayu sudah terbiasa dan belajar untuk tegar. Semua menjadi lebih mudah saat dia bertemu dengan Brey di facebook. Segera saja hidupnya menjadi lebih berwarna dan Ayu memandang dunia dengan lebih positif. Yah, meskipun bahasa Inggris Ayu terbatas dan bahasa Indonesia Brey selalu bikin ngakak namun pada dasarnya komunikasi bukanlah halangan yang berarti.
Semula Ayu hanya menganggap hubungannya dengan Brey hanyalah main-main. Namun dari hari ke hari Brey menunjukkan sikap yang lebih perhatian. Brey selalu menjadi orang pertama yang memberi like semua statusnya. Brey selalu mengirim salam ke inboxnya setiap hari. Brey mengetag nama Ayu pada postingan foto atau tulisan Brey di note Facebook. Dan hanya Brey yang mau melayani kicauan Ayu lewat chat saat Ayu tak bisa tidur di malam hari. Ayu seperti mendapat seorang teman sejati. Apalagi saat Ayu mendapat email dari Brey tentang perasaan Brey terhadap Ayu setahun yang lalu. Brey mencintainya.
Ketika tahu perasaan Brey padanya, Ayu semakin menunda untuk mengatakan kebenaran itu. Jika saja Bli komang tidak memaksanya mungkin Ayu takkan pernah mengirim surat pengakuan itu. Ayu lega sudah melakukannya namun di sisi lain dia menyesal karena telah kehilangan Brey begitu cepat. Dia takkan pernah siap. Apalagi dengan begitu banyak kenangan indah yang menghantuinya.
Ayu menarik napas panjang. Dinding candi sudah demikian gelap. Awan nyaris menutupi purnama. Hanya tinggal seujung lengkung bulan saja. Sudah waktunya dia pulang. Ayu berdiri dan membalikkan tubuh. Namun wajahnya segera berubah. Seseorang memanggil tepat di hadapannya.
Brey dan Ayu: rahasia yang terkuak
Mata Brey jelalatan  di dalam pura. Hanya beberapa orang saja di sana. Seharusnya menemukan Ayu lebih mudah namun dia yakin tak ada Ayu di antara mereka. Ayu punya ciri khas yang membuatnya mudah dikenali. Brey tidak menyerah begitu saja. Langkah yang tadinya tersendat kain sudah mulai terbiasa. Di setiap sudut pura dia berusaha menemukan Ayu.
Bulan nyaris tak tampak. Suasana semakin redup. Tak sengaja dia menemukan sudut lain yang tadi luput dari pandangannya. Seseorang sedang duduk di sana. Brey hanya bisa melihat punggungnya tapi dia yakin orang itu adalah Ayu. Pelan-pelan Brey mendekat. Hatinya lega tapi juga sekaligus kacau balau. Dia belum pernah menemui Ayu secara langsung. Rasanya jadi aneh dan mendebarkan.
Selama lima menit Brey tidak bisa mengatakan apa-apa. Dia hanya memandang punggung Ayu. Apa yang dipikirkannya saat ini? batin Brey. Lalu punggung itu tiba-tiba bergerak dan Ayu berdiri. Ah dia hendak pergi, pikir Brey. Dan Ayu pun membalikkan badan bersamaan dengan panggilan Brey.
“Ayu.”
Brey masih bisa melihat rona wajah Ayu yang terkejut meskipun purnama benar-benar lenyap.
“Brey, itukah kamu?” desis Ayu.
“Ya ini aku.”
“Kupikir kamu tak mau melihatku lagi.”
“Ayu, aku memang kecewa karena kamu tidak mengatakannya dari awal. Aku juga kecewa karena kamu menganggap aku ini orang urakan yang segera lari saat tahu kondisimu. Aku tidak seperti itu.”
“Lalu kenapa kamu kemari jika kamu kecewa?”
Brey menghela napas,”Aku kemari untuk menawarkan diri menjadi kedua tanganmu.”
Brey bisa melihat dada Ayu terguncang dan air mata meleleh di pipinya. Ayu takkan bisa mengusap airmatanya dengan kedua tangan yang tak pernah dia punya. Sejak lahir Ayu sudah cacat. Inilah jawaban dari pertanyaan Brey selama ini. Kenapa foto-foto Ayu di facebook selalu dipasang close up? Ayu tidak ingin menunjukkan cacat lahirnya pada publik terutama pada Brey.
“Brey,” isak Ayu. Dia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Brey mendekatinya pelan-pelan.
“Ayu, aku kemari ingin minta maaf karena tak mengatakan hal penting padamu. Kamu berhak tahu seperti aku juga berhak tahu kondisimu. Ini bukan kebetulan. Ini justru sebuah takdir jika kita saling melengkapi.”
Ayu menatap Brey tak mengerti.
“Apa maksudmu, Brey?”
Pelan-pelan Brey mengangkat kainnya lalu membungkuk. Tangannya mengetok kakinya yang segera berbunyi aneh. Seperti suara benda keras.
“Kamu?” bisik Ayu.
“Ya. kaki palsu. Kecelakaan parah lima tahun lalu.”
Lutut Ayu melemas dan dia kembali duduk.
“Jadi maukah kamu menjadi kakiku?” pinta Brey. Ayu menatap Brey lalu mengangguk. Bunga kamboja yang tersemat di telinganya terjatuh. Senyumnya mengembang pelan dalam tangisan. Brey tahu dia tak bisa menggenggam tangan Ayu tapi Brey yakin sudah menggenggam hatinya. Bunga kamboja yang jatuh terkulai di lantai pura telah berwarna keemasan. Ternyata awan telah lewat dari purnama.

Dimuat di majalah Gadis nomer 6, 24 Februari 2014

4 komentar: