Selasa, 30 Juli 2013

Cuplikan Novel The Apuila's Child



Saat mengetahui novel saya menang sebagai juara pertama lomba Fiksi Fantasi Diva 2013 sebenarnya saya sedikit tidak memercayainya. Tapi jujur saya senang. Agak heboh dikit sih. Ah oke-oke heboh banget deh. Ini adalah semacam pembuktian terhadap diri saya sendiri kalau saya masih mempunyai amunisi dan keyakinan bahwa saya masih bisa menulis. Maklum saya sempat vakum lama karena mengurusi anak yang masih kecil. Sekarang sudah agak besar jadi ingin nyemplung lagi ke dunia kepenulisan.
Memulainya susah banget, rasanya seperti baru saja terjun ke dunia kepenulisan. Ditolak berkali-kali. Tidak pernah menang lomba. Pokoknya sempat patah semangat. Dan ketika Novel saya menang rasanya seperti telur pecah. Kelahiran baru. Harapan baru. Padahal saya tidak pernah menjagokan novel ini menang sebab lihat daftar rekapan peserta dan judul-judulnya yang menggigit itu saja sudah membuat saya minder. Penulis-penulis muda sekarang sangat fresh sekali, apalah dibanding emak-emak kaya saya yang masih memiliki refensi sedikit soal novel fantasi. Hahahaha.
Dan hari ini saya mendapat bukti cover novel fantasi yang akan segera terbit itu. Wow judulnya sudah diganti. Lebih asyik sih. Judul lama adalah Pengendali Kabut : Musuh Dalam Bayangan. Berdasarkan pengalaman saya saat menulis buku, peran penerbit memang sangat besar dalam menentukan judul buku. Merekalah yang berhubungan langsung dengan pasar, selera pembaca, dan pemasaran. Judul adalah mata anak panah yang menentukan apakah bidikan penerbit sesuai dengan sasaran. Bagi saya hal ini justru sangat membantu. Saya mempunyai kelemahan soal memberi judul bagi novel-novel saya. Saking susahnya saya selalu membubuhi judul setelah novel saya selesai. Itupun dengan proses yang lama. Pakai semedi segala. Hehehehe.
Novel ini sudah bisa didapatkan di toko-toko buku pada bulan September (demikian bisik-bisik dari penerbitnya). Agar tambah penasaran coba baca cuplikannya yuk…



“Kamu ya yang mengobrak-abrik kamar Donahue?” hardik Kemuning. Malsi mengeong tajam. Seakan membantah tuduhan Kemuning. Bagaimana mungkin Malsi mengobrak-abrik kamar Donahue lalu memamerkan perbuatannya pada Kemuning? Tidak masuk akal, pikir Kemuning.
“Baiklah, tak usah marah-marah,” kata Kemuning dengan nada datar. “Ayo kita lihat apa ada yang hilang.”
Selama Kemuning ikut dengan Donahue dia baru tiga kali masuk ke kamar itu. Itupun bersama Donahue. Saat memeriksa semua barang yang berserakan Kemuning masih tidak yakin barang apa yang hilang. Dia justru melihat kelibatan cahaya pada sebuah buku. Kemuning tahu buku itu. Sebuah buku syair yang membosankan. Donahue selalu menyuruhnya membaca berulang-ulang tiap malam dan itu sangat menyiksa Kemuning.
Buku itu terbuka pada halaman 666, sebuah halaman yang selalu membuat Kemuning bergidik saat membacanya. Kemuning mengangkat buku itu dan secarik kertas jatuh. Malsi memungut kertas itu dengan mulutnya dan menyodokkannya pada kaki Kemuning. Gadis itu mengambil dan membacanya.
Satu sendok debu waktu. Dua hembusan kabut pelangi. Sebiji matahari. Sepotong bulan. Sebuah pertanyaan.
Seperti sebuah resep. Tapi resep untuk apa?

6 komentar:

  1. Wuihhhh....seru nih Mbak sepertinya, penasaran :)
    Selamat ya mbak bukunya bagaikan telur pecah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih ya. Telur pecah dan sudah digoreng matang, maknyus. hehehe

      Hapus
  2. emang susah kok cari judul ato nama tokoh nya.. tuh...
    #setingkat mbk ruwi aja pake semedi...
    ngikut ah.. :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. asal jangan semedi di tengah laut. hahahaha

      Hapus
  3. Penerbitnya profesional banget...

    Yang kaya gini nih,, ketiban durian runtuh^^
    #eh jatohnya pas kena kepala.. Becanda ka..

    BalasHapus
  4. Penerbitnya profesional banget...

    Yang kaya gini nih,, ketiban durian runtuh^^
    #eh jatohnya pas kena kepala.. Becanda ka..

    BalasHapus